Market

Tekan Polusi Udara, Pakar Perencanaan Kota Desak Kebijakan Transportasi Publik Murah dan Aman

Untuk mengurangi tingkat polusi udara di Jakarta saat ini, perlu adanya kebijakan transportasi publik terintegrasi. Yakinlah, masyarakat akan lebih memilih menggunakan transportasi publik karena aman, murah, dan minim risiko.

Jadi sekarang ini merupakan saatnya pemerintah perlu menerapkan kebijakan transportasi untuk mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab polusi udara, salah satunya yang berasal dari jalan raya ibu kota.

Ketua Majelis Kode Etik Ikatan Ahli Perencana Kota, Bernardus Djonosaputro menyatakan masalah utama polusi udara di Jakarta adalah transportasi, bukan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebab udara di ibukota masih dalam status tidak sehat meski PLTU sudah dalam posisi mati/shutdown.

“Kebijakan sektor transportasi perlu diambil dengan landasan pengurangan emisi karbon untuk kesehatan masyarakat,” ujarnya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/9/2023).

Baca Juga:

OJK Kaji Pensiun Dini PLTU Batu Bara Bisa Masuk Ekonomi Hijau

Saat ini, lanjutnya, kebijakan transportasi di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara lain, akibatnya mempengaruhi pola masyarakat di tanah air dalam menggunakan transportasi.

Dalam penilaian Bernandus, masyarakat belum secara masif menggunakan transportasi publik, padahal di negara maju, masyarakat lebih memilih menggunakan transportasi publik. Dengan berbagai keunggulan dibanding kendaraan pribadi.

Saat ini, jelasnya, masyarakat Indonesia, terutama di kota besar seperti Jakarta lebih memilih kendaraan pribadi yang mengeluarkan emisi karbon.

“Itu sumber polusinya. Jadi kebijakan yang diambil bukan mematikan PLTU, tapi mengubah pola penggunaan transportasi,” kata Bernardus Djonosaputro.

Baca Juga:

Datang ke Suralaya, DPR Pastikan Penerapan Mutu Emisi PLTU

Dia mencontohkan, negara maju sudah menerapkan zonasi kendaraan listrik di sejumlah kota besar. “Tidak boleh ada lagi kendaraan bermesin bakar/combustion engine yang melintas di kota.”

Namun yang terjadi saat ini, pemerintah justru memperbanyak kendaraan dengan dalih mempertahankan potensi pendapatan pajak kendaraan yang masih relatif tinggi.

Pada kesempatan itu dia juga menjelaskan bahwa saat ini kualitas udara di Ibu Kota Jakarta tetap buruk meski 4 unit PLTU Suralaya sebesar 1.600 MW dalam posisi mati dalam rangka voluntary shutdown sejak 29 Agustus 2023.

“Sulit jika kita hanya menyalahkan PLTU. Kita tidak bisa lagi menganggap PLTU sebagai kambing hitam polusi udara di Jakarta, karena polutan yang terdeteksi di pusat kota Jakarta berasal dari kendaraan bermotor,” katanya.

Baca Juga:

Ganjar Titip PLTU Batu Bara ke Masyarakat Kabupaten Batang

Untuk itu, menurut dia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan transportasi guna mengurangi emisi karbon yang menjadi penyebab polusi udara di Jakarta saat ini.

 

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button