Market

Terbitlah SP3 Kejagung Bikin PGN Tekor Besar

Keputusan Kejagung menerbitkan SP3 untuk dugaan korupsi FSRU Lampung senilai US$400 juta di PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk pada 2017, dinilai keliru. Dampaknya sekarang, BUMN sektor gas ini tekor besar.

Berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), operasional FSRU Lampung sampai saat ini, belum optimal. Periode 2020-2022, PGN yang menjadi Subholding Gas PT Pertamina (Persero), harus merugi US$131,27 juta, atau sekitar Rp1,97 triliun (kurs Rp15.000/US$).

Mengingatkan saja, pada 2016, Kejagung menetapkan cekal kepada Hendi Prio Santoso yang menjabat Dirut PGN. Tentu saja kaitannya dengan gugaan korupsi FSRU Lampung.

Setahun kemudian, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menerbitkan SP3. Kejagung menyimpulkan kasus ini bukanlah tindak pidana. Anehnya, ada catatan: apabila di kemudian hari ada bukti baru, maka kasus ini bisa dilakukan penyidikan kembali.

Terkait FSRU Lampung ini, anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Hendra Susanto sempat menyampaikan adanya kerugian negara. Berdasarkan hasil audit BPK yang tanpa diminta penegak hukum.

Dalam laporan April 2023 terkait hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi 2017-2022 oleh PGN, ditemukan 16 temuan. Diantaranya ya itu tadi, proyek-proyek PGN yang merugikan negara termasuk fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau FSRU Lampung.

Selain itu. muncul dugaan terlalu mahalnya nilai akuisisi US$56,6 juta, oleh Saka Energi untuk tiga lapangan minyak dan gas Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa Timur dan Fasken di Texas, Amerika Serikat (AS).

Serta mangkraknya terminal gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Teluk Lamong, Surabaya. Saka Energi dan PGN ditaksir merugi hingga US$347 juta, atau setara Rp5,2 triliun dari pembelian lapangan minyak dan gas tersebut.

Masih menurut hasil audit BPK itu, PGN membuat kesepakatan bersama dengan PT Inti Alasindo, PT Isar Aryaguna, dan PT Inti Alasindo Energi tertanggal 2 November 2017.

Bahwa ada pemberian Uang Muka kepada PT Inti Alasindo Energi tidak didukung Mitigasi resiko memadai yang menimbulkan potensi tidak tertagih sebesar US$14.194.333,43.

“Setelah kami dalami, ternyata benar ada masalah. Rekomendasinya, sudah diserahkan ke aparat penegak hukum,” ujar Hendra pada Kamis (20/7/2023) .

Hendra mengatakan sudah menyerahkan laporan hasil audit tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada April 2023. Tak lama setelah laporan audit BPK itu terbit, Kejagung juga memintanya. Bukannya memberikan, Hendra justru menyarankan Kejagung berkoordinasi dengan KPK. “Tidak mungkin saya pecah-pecah laporannya. Silakan (KPK-Kejagung) berbagi,” kata Hendra.

Menurut Direktur Eksekutif Center of Energy and Recources Indonesia (CERI), Yusri Usman, jawaban Hendra ini, bisa dibaca sebagai tamparan keras untuk Kejagung.

“Ya, gara-gara Kejagung-lah negara harus menanggung kerugian PGN yang cukup besar. Coba waktu itu (2016-2017), kasusnya diselesaikan hingga tuntas, pelakunya ditangkap, proyek-proyeknya dievaluasi, tentu Direksi PGN yang baru akan lebih berhati-hati dan tidak sampai separah ini,” kata Yusri.

Tentu saja, yang dimaksud Yusri adalah perkara FSRU Lampung yang disidik Kejagung sejak 2016, kemudian Kejagung terbitkan SP3 pada 26 April 2017.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button